Rabu, 21 Mei 2014

on
Angka penduduk Kabupaten lombok TImur yang bermigrasi keluar negeri terus bertambah. berdasarkan statistic dari Disnakertrans Provinsi NTB, pada tahun 2009 penduduk lombok timur yang berangkat menjadi TKI sebanyak 19.843 jiwa, sementara pada tahun 2010 bertambah 56.150 Jiwa. minimnya lapangan pekerjaan serta tuntutan untuk keluar dari jerat kemiskinan menjadi alasan terdepan warga ketika memutuskan hijrah ke Negara lain untuk pekerjaannya.
Tingginya biaya serta kebutuhan hidup tidak dibarengi dengan penghasilan yang layak, terlebih kualifikasi pekerjaan local lebih banyak mencantumkan tingkat pendidikan setara SMA, membuat warga yang sebagian besar masih menamatkan pendidikannya pada tingkat dasar harus berfikir ulang untuk bekerja di tempatnya sendiri.
Walaupun Moratorium TKI masih diberlakukan di Timur tengah dan beragam kasus yang terjadi di negeri seberang, Jerat hutang dan tingginya kebutuhan hidup memang dominan menjadi motif utama warga ketika memutuskan untuk bekerja ke luar negeri. Tergiur dengan kesuksesan instan dan kehidupan sejahtera di masa yang akan datang menjadi kisah tersendiri bagi perjalanan mereka. Para pelaku yang memanfaatkan situasi ini seperti tekong datang dengan wajah yang menjanjikan dan merangkum segala bentuk opini warga menjadi suatu kebenaran. Warga seakan tidak peduli dengan resiko kerja yang sering dipertontonkan di Televisi. Seperti Kasus yang menimpa Nikmatulloh TKW Arab Saudi yang dibekap oleh majikannya selama 19 Tahun dan pulang ke tanah air dalam kondisi Depresi berat kemudian akhirnya di rujuk ke rumah sakit jiwa hanyalah menjadi cerita jenaka di kalangan warga. Bahkan tidak sedikit warga menyalahkan keluguan sang TKW tersebut.
Hal ini yang menyebabkan Kisah duka TKI dan TKW menjadi lumrah. Salah saru kisah duka yang terjadi pada keluarga Besar Buruh Migran Lombok Timur adalah kasus Kholifah (TKW Doha/ Timur Tengah) salah seorang warga yang berasal dari dusun Pesisok Desa Jenggik. Kholifah berangkat pada 14 Maret 2010 melalui PT Bantal Perkasa Sejahtera dengan tujuan Qatar. Dia bekerja sebagai pembantu Rumah Tangga. Setelah mengabdi pada majikannya selama 2 tahun tanpa kendala dan membangun relasi yang baik layaknya tenaga professional. Nasib apes menjumpainya, Tepatnya pada hari rabu tanggal 11 April 2012, Kholifah mengalami kejadian yang tidak terbayangkan dalam kehidupannya. Niatan untuk membantu suaminya membangun keluarga yang sejahtera dengan berangkat ke luar negeri sebagai TKW dijawab oleh majikannya dengan perlakuan asusila. Bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) Kholifah menerima kenyataan diperkosa ketika majikan perempuannya keluar. Haru sedih terus menyelimuti kholifah, gambaran dari desa tentang kenyamanan bekerja di luar negeri terutama ke timur tengah hanyalah guyonan baginya. Sang majikan ternyata menganggap itu hanyalah mitos dan paket janji manis Perusahaan atau perseorangan tanah air.
            Setelah mengalami kejadian tersebut, dampak dari pemerkosaan akhirnya membuahkan hasil berupa janin dalam kandungan. Sang majikan (Umar Ada) yang tidak ingin bermasalah dengan kondisi pekerjanya akhirnya memulangkan Kholifah, tepatnya pada bulan Juni 2012. Setiba di tanah air, dengan raut muka masam dan ketakutan kemudian secara perlahan mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada sang suami. Respon dari suami dengan tidak menerima keadaan yang mengetahui kondisi istrinya hamil akhirnya luluh dan memastikan jalinan keluarganya tetap utuh. Akhirnya pada tanggal 12 desember 2012, anak yang di dalam kandungan Kholifah lahir dengan jenis kelamin laki-laki dengan paras muka Arabic. Anak tersebut diberikan nama Kurniawan. Walaupun secara lisan menerima keberadaan anak tersebut, suami dari kholifah ternyata masih belum ikhlas dengan kondisi yang menimpa istrinya. Dalam kesehariannya si anak selalu menjadi titik awal keributan sekaligus menjadi pelampiasan kemarahan sang suami  dalam rumah tangganya terlebih jika menemui masalah. Tak segan-segan, sang suami mengasari si anak dan membentaknya. Bahkan hingga tulisan ini dibuat, Kurniawan belum dibuatkan akta kelahiran. Ini terlebih karena status yang tida kjelas menurut suaminya. Sang suami melihat nilai-nilai social yang melingkarinya dan masih fanatic. Atau jika meminjam istilahnya Dedi Mizwar “Apa Kata Dunia”?.  Ini yang membuat Kholifah tidak tenang, kemudian menyadari persoalan ini tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri, dia kemudian meminta bantuan dengan mengonfirmasi kasus yang dideritanya kepada Para Legal Lembaga Sosial Desa Jenggik Utara “Tunas Paice” yakni Ibu Zuhriah.
“Anak selalu menjadi korban atas keputusan orang tuanya. Dalam pandangan saya, tidak ada anak yang terlahir dalam keadaan ternoda dan mereka tidak boleh menjadi tumbal. Itulah sebabnya saya sangat antusias menangani kasus yang melanda Kholifah dan anaknya.” Zuhriah..

Pendampingan Para Legal

Ibu Zuhriah merupakan salah satu para legal dari 10 desa program yang didampingi oleh ADBMI pada program kerjasama dengan TIFA Foundation “Poverty Redution Trough In Safety Migration”. Terlibat sejak tahun 2009 dan dibekali dengan peningkatan kapasitas mengenai ke para legalan (migrasi aman), dia menapaki kerja-kerja pendampingan di desa Jenggik Utara. Mulai dari mengawal pembentukan Perdes perlindungan TKI-TKW hingga mendampingi warga dalam menyelesaikan kasus seputaran TKI-TKW baik secara non litigasi ataupun dengan tindakan rujukan atau pelaporan ke BP3TKI dan supporting strategies lainnya. Dari kegiatan pendampingan yang dilakukan, Ibu zuhriah akhirnya mendapat kepercayaan dan ruang tersendiri di masyarakat terutama menyangkut penyelesaian kasus TKI dan TKW. Ini terlihat dari banyaknya warga yang mengadu kepada para legal Jenggik utara. Sebagai catatan, aduan ini tidak hanya berasal dari desa Jenggik Utara, aduan ini juga datang dari desa tetangga sebelah bahkan dari Kabupaten Lombok Tengah.
            Setelah menerima aduan dari Kholifah mengenai kasus yang dialaminya pada tanggal 2 Maret 2013, Ibu zuhriah langsung merespon kasus yang menimpa Kholifah baik secara litigasi maupun non litigasi. Baginya kasus kholifah ini harus ditangani dan menjadi pembelajaran bagi warga lainnya untuk berhati-hati dalam menentukan langkah dan tujuan bermigrasi. Anaknya Kholifah harus diselamatkan, walau bagaimanapun anak tersebut tidak tahu apa-apa dan menjadi korban atas masalah yang tidak diketahuinya. Dengan bantuan dari Suherjan yang merupakan Konselor Desa Jenggik Utara. Adapun tindakan-tindakan non litigasi yang dilakukan oleh Ibu Zuhriah adalah:
1.      Melakukan tindakan konseling  sederhana bersama Konselor Jenggik Utara (Suherjan) kepada Kholifah dengan menguatkan dan meneguhkan hati nya yang sedang menerima masalah.
2.      Menjabarkan keberadaan dan peran perempuan yang sangat vital dalam kehidupan rumah tangga kemudian meneruskan pemahaman tersebut kepada suami Kholifah.
3.      Anak yang sedang berada dalam dilemma pengasuhan orang tuanya mesti diselamatkan. Ibi Zuhriah berpendapat bahwa selalu saja dalam kehidupan rumah tangga ketika menghadapi permasalahn, anak selalu menjadi korban. Entah mengenai sentuhan kasih saying atau yang lainnya.
4.      Mengajukan tawaran kepada suami Kholifah untuk diasuh oleh para legal LSD Jenggik Utara “Tunas Paice”. Akan tetapi ditolak oleh Kholifah, baginya sang anak harus tetap berada dalam pangkuannya, meskipun suaminya tidak sudi menerima keberadaan sang anak.
Untuk tindakan litigasi, Ibu Zuhriah melakukan tindakan sebagai berikut:
1.      Mengkoordinasikan kepada pemerintah Desa tentang keberadaan dan status anak dari Kholifah. Setelah dikoordinasikan, pemerintah desa meminta persetujuan orang tua untuk dimasukkan ke dalam KK keluarganya dan diasuh layaknya anak lainnya
2.      Bersama ADBMI mengordinasikan kepada P2TP2A mengenai pengasuhan anak. Adapun tawaran yang didapatkannya adalah anak tersebut dimasukkan dalam shelter perlindungan anak. Akan tetapi pada tahapan ini, lagi-lagi Kholifah tidak mau anaknya diasuh oleh orang lain.
3.      Permasalahan ini diteruskan ke Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dengan langsung mengonfirmasi ketuanya (Hamdan) Via Handphone, kemudian Hamdan bersama para legal mulai mengarahkan sang suami untuk membuatkan akta untuk memperjelas keberadaan dan status anak.
4.      Sampai saat ini, Ibu Zuhriah mengusahakan pembuatan akta untuk anaknya Kholifah.
Dari hal tersebut di atas, bisa diambil beberapa pembelajaran menarik, diantaranya adalah:
1.      Kasus TKI dan TKW tidak hanya berbicara mengenai pra pemberangkatan, pemberangkatan dan purna pemberangkatan, melainkan juga mengenai dampak yang ditimbulkan setelah bermigrasi. Adapun dampak yang dominan adalah harmonisasi rumah tangga dari TKI-TKW tersebut, sentuhan kasih saying terhadap anak.
2.      Penyelesaian kasus terutama yang menimpa Kholifah, tidak hanya dikoordinasikan ke leading sector dalam hal ini Disnakertrans ataupun BP3TKI melainkan juga ke lembaga yang menjadi supporting strategies untuk program migrasi aman (Safety Migration) seperti BPPKB, Jejaring P2TP2A.
3.      Kerja Para Legal tidak terlepas dengan kerja-kerja Konselor level komunitas, mereka mesti bersinergi satu sama lainnya.

Masukan:
1.      Kajian Hukum Unwanted Pregnancy dan status hukum
2.      Data pendukung yang relevan
3.      Kasus Serupa
4.      Tindakan konkrit yang diambil
5.      Rekomendasi ke para pihak.

Popular Posts

ADBMI Lombok Timur. Diberdayakan oleh Blogger.