ENGKEREM (berdehem, Indonesia) atau dalam dialek Sasak lainnya ada yang membahasakannya NENG-KEREM , ada juga yang membunyikannya BE-KEREM lumrah terjadi pada mereka yang sakit tenggorokon akibat flu atau alergi. Dan Engkerem yang di bahas di sini bukan yang itu, melainkan “Engkerem” yang masuk dalam rumpun TACIT KNOWLEDGE, yaitu pengetahuan umum yang tidak memerlukan penjelasan kata-kata formal untuk menjelaskan maksudnya, karena telah ada chemistry social dalam komunitas tempatnya berlaku. ENGKEREM adalah salah satu bentuk kehalusan bangsa Sasak dalam mengekspressikan kehendak jiwanya. Karena Bangsa Sasak memang tidak terbiasa vulgar dalam mengungkapkan kehendak/aspirasinya . Engkerem adalah level kedua estitetika sasak dalam berkespressi setelah Diam sebagai bentuk pertama, lalu bentuk ketiga adalah mengungkapkannya dalam kemasan SESENGGAK. Dan hebatnya, ENGKEREM dalam praktek bangsa Sasak, tidak hanya mampu mewakili satu ekspressi jiwa, tapi bisa lebih dari satu. Seperti tangis dalam mengekspressikan situasi bahagia, sakit dan sedih. Engkerem juga begitu, tanpa menyertakan deskripsi kata-kata dapat menggambarkan potret cuaca batin si pendehem.
ENGKEREM untuk memuji atau menggoda. Seorang pria dewasa yang berdehem ketika berpapasan dengan seorang Perempuan muda, baik dengan melihat atau berpura-pura tidak melihat pada si perempuan ketika . Tanpa penjelasan apapun, langsung akan di tangkap sebagai bentuk pujian atau menggoda oleh si Gadis.
ENGKEREMnya si fulan pada suatu siang yang terik ketika melintasi kebun kelapa sambil “permisi numpang lewat” pada pemilik kebun, lalu si fulan engkerem memegang tenggorokan sambil memandang buah kelapa. Meski tidak di ikuti percakapan apapun sesudahnya. Jika , si pemilik kebun orang Sasak. Saya pastikan bahwa ; bruuuukkkk, buah kelapa akan jatuh beberapa biji dan di hidangkan kepada si fulan. Dalam hal ini Engkerem untuk meminta.
Jika dalam rapat-rapat warga Sasak, anda jarang mendengar interupsi dari peserta rapat, itu karena ENGKEREM juga kerap di pakai untuk mengungkapkan kesetujuan atau ketidak setujuan , mengkritik sesuatu. Contoh yang paling gampang kita temukan dalam keseharian kita adalah ; ketika Khutbah Jumat di Sampaikan sangat panjang atau Imam Sholat membaca surat al Baqarah pada rakaat pertama lalu Ali Imran pada rakaat kedua, maka Saya pastikan, akan terjadi irama ENGKEREM di masjid , seperti isntrumentalia musik tanpa dirigen. Dan semua mengerti, si imam/khatib dan makmum yang lain juga mengerti, bahwa itu adalah protes supaya ada khutbah di perpendek.
Pada contoh-contoh kasus di atas. Kemafhuman atas maksud meski nir kata-kata, hanya berupa kode dehem dari si Pendehem dan si receiver dehem itu dapat terjadi karena koneksi chemsitry sosial. Dan sayangnya, Chemsitry Social dari Tacit knowledge hanya dapat terbangun jika terpenuhinya satu syarat, yaitu masing-masing ,baik si pendehem maupun penerima dehem masih memiliki HATI , mendengar NURANINYA dalam bersikap. Karena jika tidak, maka pada kasus diatas, biarpun sampai kering tenggorokan si fulan berdehem, kelapa muda tidak akan jatuh dan terhidang. Dan atau, Si imam tidak akan peduli dehem berjamaah telah berubah jadi batuk betulan yang terorganisir atau jamaah ada yang jatuh tersungkur kelelahan karena ambien kumat saking lamanya sholat. Jika tidak memakai nurani, Alih-alih imam memendekkan bacaan sholat, malah bisa salah menterjemahkan kode dehem sebagai pujian, maka celakalah sang imam, tenggelam dalam sikap ujub dan riya’nya akan meneruskan bacaan sholat dengan irama-irama yang membuat dirinya menangis , sambil berbisik pada diri sendiri : “duh saya lah yang paling alim sholeh dan paling banyak hapaln Qur’annya di kampung ini”.
Jika saja, tacit knowledge ini di miliki oleh pemimpin-pemimpin kita, maka tidak akan ada caci maki, bakar-bakaran ban dan hujan batu. Karena Rakyat Cuma Perlu ENGEKREM. Heeemmmmmm.
Tabek
RH