Pada awalnya dan kini sebagian besar masih begitu, orang Sasak menganut keyakinan bahwa perempuan tidak boleh memimpin, baik merujuk pada ajaran adat maupun agama yang di anut (islam, bodha dan Wetu telu). Dan nampaknya kini mengalami pergeseran atau entah hanya previlege (pengistimewaan) kepada perempuan-perempuan dari golongan tertentu. Hal ini terlihat mencolok pada fenomena :
Yaitu jika seorang berjenis kelamin yang memiliki relasi Dengan pemimpin agama entah relasi :
Anak perempuan , isteri ,cucu, menantu
Jikapun kondisi terburuk terjadi dan saya harus memilih seorang pemimpin berdasarkan keturunan. Maka saya akan memilih karena alasan sentimentil, yaitu memilih pemimpin yang berasal dari keturunan yang sama dengan saya, yaitu keturunan orang biasa, kaum proletar. Bahkan bila perlu dari keturunan inaq-amaq yang paling miskin di bumi Lombok ini. Mengapa demikian ? .
Jika cara dan model memilih pemimpin yang sebagian besar orang Lombok praktekkan saat ini saya ikuti, yaitu memilih orang dari keturunan terhormat, kaya dan keturunan pemimpin sebelumnya (penewok) , Maka itu berarti saya mendukung pelanggengan kemiskinan. Dengan demikian , berlakulah lirik lagu Rhoma Irama “yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”, yang terhormat makin terhormat dan keturunan/keluarga yang tidak terhormat tetap tidak akan bisa menaikkan statusnya sampai hari penghabisan :
Paska kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan Khalifah yang empat plus Umar Abdul Azis . Tidak pernah terdengar atau terekam lagi dalam sejarah bahwa Ketika seseorang menjabat sebagai pemimpin , kehidupannya makin sederhana dan tawadhu’. Jika itu terjadi, akan jadi keajaiban dunia yang ke-8 . Kekuasaan identik dengan Penambahan kekayaan.