SEXI DIKASUS, MEMBLE DIANGGARAN
(catatan dari didskusi I CLUB Peduli BMI-Lombok Timur)
Jalannya Diskusi Pertama CLUB ini telah berlangsung pada hari senin, 18 Maret 2013 kemarin di Pondok Santai. Pada sesi awal brainstorming, dari unsur pemerintah yang mendapat kesempatan berbicara, dan memberikan apresiasi atas kerja-kerja ADBMI, bahkan beberapa orang peserta dari Bappeda Lotim BPMPD menilai peran ADBMI mengalahkan instansi pemerintah yang seharusnya berfungsi untuk itu. Sayangnya baru menyentuh 10 desa, belum 10% dari jumlah desa di Lombok Timur, padahal semua desa mengalami permasalahan sama tentang Buruh Migran. Sementara pernyataan dari dinas bersangkutan atas isu dan perannya hanya menjawab normatif seperti kewenangan (Tupoksi) dan keterbatasan staf dan anggaran tidak mendukung.
· BPMPD mengklaim peningkatan jumlah ADD sebagai wujud kepedulian karena diharapkan kepada pemdes mengalokasikan dana untuk pengembangan kewirausahaan dengan kelompok sasaran adalah mantan BM dan keluarganya
· Bank BRI: mengaku memiliki kepedulian dengan menyediakan skim kredit KUR TKI, yang penyalurannya melalui PJTKI
· Bappeda: seharusnya ADBMI menyampaikan data dan informasi ini sebelum Musrenbang agar menjadi acuan program pemerintah, karena selama ini data dan informasi dari dinas terkait sangat lemah. Tidak nampak kebijakan, program, kegiatan yang seksi dan menarik dari Dinas, sehingga Bappeda sebagai “bapak” tidak begitu memberikan perhatian.
Komitmen dan Strategis/tidak strategisnya CLUB. Pemahaman peserta dari pemerintah tentang “CLUB” umumnya sangat formaslistik, dan mempertanyakan produk club jika dibentuk tanpa memenuhi persyaratan organisasi yang baik, apalagi jika dengan niatan sebagai tempat kongkow-kongkow. Club yang akan harusnya seperti kelembagaan baru yang memiliki kelengkapan struktur, kerangka operasional, visi, misi, program dan anggaran yang jelas, termasuk bernaung atau berinduk instansi mana. Bahkan ada peserta yang berpendapat Perlu melobi Bupati Lotim agar bersedia mengeluarkan SK pembentukan sekaligus mendapatkan dukungan anggaran APBD.
Keberadaan club dianggap strategis dan penting untuk dibentuk, tetapi frame yang sudah yang terlanjut pragmatis, ,maka beberapa peserta dari pemerintah menyarankan agar melebur saja kedalam kelembagaan yang sudah berjalan di BPPKB dengan alasan isu yang dibawa relatif sama. Apalagi P2TP2A eksis berskala nasional.
Semua peserta memiliki komitmen untuk terlibat dalam club yang akan dibentuk, tetapi sulit mengatasnamakan instansi karena beberapa alasan klasik, sepesrti: peserta yang hadir bbukan pengambil keputusan, jika terlibat atas nama jabatan dikhawatirkan akan pindah/mutasi sewaktu-waktu. Tetapi disarankan untuk dibentuk saja oleh ADBMI sebagai chef dan dapurnya, sedangkan pihak pemerintah (peserta yang hadir) tinggal diundang setiap ada agenda kegiatan. Terhadap hal tersebut, dianggap bukan merupakan bentuk komitmen pemerintah dan stakeholder lanyya oleh pserta dari LSD dan kelompok civil lainnya.
Meskipun sukses dalam hal memberikan pemahaman mengenai “apa yang sudah di lakukan program dan apa yang bisa stakeholders lain lakukan dalam kerangka mengusung ide serta tujuan yang sejalan dengan program” namun Pembentukan dan Penunjukan Inisiator/Dinamisator CLUB masih terkendala. Diskusi belum sampai pada kesepakatan tentang terbentuknya club mengingat keterbatasan waktu dan Proses pembentukan yang digiring partisipatif, informal sehingga berjalan panjang. Yang bisa disepakati hanyalah INISIATOR/DINAMISATOR, yaitu Ibu Sumantiar dari BPPKB. Dinas menghindar menjadi dinamisator club dengan sejumlah alasan, antara lain:
· Khawatir berkonsekuensi terhadap anggaran untuk membiayai kegiatan diskuisi
· Peserta termasuk dinas menyarankan agar inisatif ini diambil oleh Dinas STT karena kedekatan Tupoksi, namun perwakilan dari Dinas STT (Bp. Waluyo) belum bersedia karena : 1) harus berkonsultasi dahulu dengan pimpinan, 2). Tugas sejenis yaitu penanganan masalah BM terkati dengan sub bagian lain, 3). Khawatir terjadi mutasi, 4). Tidak tersedia menu program dan anggaran sejenis pada instansinya. Akibatnya, dinas STT dianggap bantong (Lombok: Banci) oleh dinas lain. Bahkan peserta dari BRI Unit Sakra menyarankan untuk tidak dipaksakan kepada, menganggap lucu kalau BRI yang menjadi koordinator/dinamisator club
· Akhirnya ibu Sumantiar (BPPKB) bersedia menjadi pengelola (dinamisator) club dengan alasan sangat erat hubungannya dengan TUPOSInya, dan sangat memungkinkan mensinergikan program dan kegiatan kedinasannya, apalagi telah terbangun lama komunikasi antara ADBMI dengan BPPKB.
Selanjutnya disepakati beberapa hal sebagai tindak lanjut, yaitu:
- Segera menentukan momentum diskusi, misalnya Bedah kasus, atau melalui penyusunan ROAD MAP advokasi buruh migran
- Merumuskan kerangka kerja club, termasuk nama clubMemetakan ulang stakeholder yang relevan,
- memiliki pengaruh dan kepentingan kuat untuk memperluas influence.