
Pada masa sekarang ini sulit sekali mencari sosok perempuan yang notabene adalah orang setia, dan di dalam kehidupan sehari – hari begitu rentannya seorang perempuan terhadap tindakan asusila, begitupun dengan perempuan korban migrasi sebutan sebagai jamal ( janda Malaysia ) adalah satu hal yang sangat memprihatinkan, padahal yang kita ketahui bahwa mereka yang di sebut jamal itu bukan murni di ceraikan oleh suaminya, tetapi hanya di tinggalkan untuk pergi sesaat mengais rezeki yang biasanya tujuan kebanyakan orang adalah malaysia, miris mendegarkan pernyataan yang mendiskriminasikan perempuan korban migrasi.
Dengan kondisi rumah yang sangat sederhana, dan dia juga belum memiliki anak, itulah alasan suaminya tidak mengirimkan dia nafkah lahir karena dia belum memiliki anak, kata suaminya kalau hanya untuk kepentingan dirimu kamu kan masih bisa usaha sendiri, dengan menjadi buruh. Tapi dia sangat legowo menerima, sampai keluarganya ada yang menyarankan untuk menikah lagi meninggalkan suaminya namun dia dengan sabar mengatakan saya tidak mau meninggalkan suami saya walaupun sampai sekarang dia tidak mau pulang,itulah ungkapan lugu yang terlontar.
Saya sempat bertanya “ kenapa ibu tidak suruh suaminya pulang “ , dan dengan senyum dia menjawab “sudah terlalu sering saya suruh suami saya pulang , tapi dia hanya janji – janji saja, bulan ini dia bilang bulan besok saya pulang bulan besok dia bilang lagi bulan belakang begitu saja terus menerus, dan ungkapnya lagi biar sudah kapan – kapan dia mau pulang “ urainya dengan wajah yang penuh kepasrahan.
Beginilah kondisi perempuan korban migrasi, seperti halnya Sumarni menggantungkanhidup dari kondisi musim, dan hanya pasrah menerima keadaan tanpa mampu berbuat banyak, selain hanya memikirkan bagaimana makan hari ini, dan esoknya lagi. Perempuan oh perempuan apakah memang sebegini lemahnya perempuan hingga harus di abaikan, tidak di hargai , tidak di anggap. Tidak hanya Sumarni yang mengalami hal ini namun di lingkungan itu begitu banyak perempuan yang di abaikan oleh suami mereka dengan tidak memberikan nafkah lahiriah apalagi bathiniah, inilah bentuk – bentuk kekerasan yang terjadi terhadap perempuan korban migrasi. Rentannya perempuan terhadap tindakan yang melecehkan, terkadang juga muncul dari lingkungannya sendiri, satu contoh ada satu sosok perempuan yang tidak ingin di sebut namamya, di abaikan oleh suaminya hanya karena si suami mendengar kabar dari keluarganya kalau istrinya suka keluar rumah, pacaran, selinggkuh, padahal hal itu belum terbukti kebenarannya, tetapi lelaki itu memvonis bahwa hal itu benar, tanpa pernah konfirmasi ke istrinya tentang cerita – cerita itu, dan dia tidak mau mengirimkan istrinya padahal perempuan itu harus membiayai anak – anak mereka juga, Apakah setiap perempuan yang keluar bersama laki – laki di anggap tidak benar, kenapa begitu piciknya pemikiran masyarakat tentang hal itu. Harusnya masyarakat lebih bisa berpikir pijak tanpa harus menyalahkan perempuan itu.
Di mana sebenarnya keadilan itu, apakah seorang perempuan tidak pantas menerima keadilan atau keadilan itu hanya milik laki – laki, laki –laki yang berkuasa atas segalanya, laki – laki yang hanya memetingkan dirinya sendiri, mengabaikan istrinya, tetapi mereka selalu menganggap diri mereka adalah yang paling baik, mereka menganggap diri mereka adalah seorang pahlawan dan mengingatkan saya bahwa perempuan adalah orang yang lemah dan mudah di perdaya.
Tidak sedikit perempuan yang merasakan ketidak adilan dalam hidupnya,namun perempuan hanya bisa pasrah, dan mengurai sedihnya dalam tangis. Bukalah lenganmu untuk merangkul malam dan samar - samar menyanyikan lagu:
Saya tidak mengharapkan apa-apa
Saya tidk menginginkan apa-apa
Saya tidak takut apa-apa
Jangan pernah meragukan integritas dan kehormatan diri sebagai wanita
Dan bahkan lelaki memaksa perempuan menjual tubuh mereka dengan harga tertentu, dan bahwa tubuh yang paling murah di bayar adalah tubuh sang istri.