Senin, 29 April 2013

on
Sangkep Kampung merupakan salah satu rutinitas warga yang menjadi tradisi berkala dalam merembukkan, mengidentifikasi seputar persoalan yang sedang berkembang. Bentuk paguyuban yang melibatkan semua tokoh dan merupakan perwakilan di tempat/ kampong yang bersangkutan, diundang maupun tida datang beramai-ramai hadir bernuansa kekeluargaan serta semangat gotong royong. Pada prinsipnya “tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan bersama” atau kalau dalam bahasa sasak “Pelagak Lekong Belah”. Seiiring waktu, tradisi sangkep kampong yang akrab dengan Tetaring serta Dulang yang menjadi khasnya perlahan mengalami reduksi. Tidak bisa dipungkiri trand acara modern yang dikemas di gedung, penggunaan terop, pemesanan catering dan eksodus proyek pemerintah-non pemerintah menjadi jawaban atas kelambanan proses pengerjaan dan pertemuan yang bernama sangkep kampong ini. Topic yang biasanya putar ditempat kini lebih terarah dengan sketsa pertemuan modern. Lantas kenapa Acara yang sudah dianggap kolot ini masih bisa dipergunakan pada acara cultural, sangkep kampong dengan sketsa modern? Seberapa efektifkah gelaran sangkep kampong ini yang lekat dengan segmen “desas desus tanpa arah”?

Mengenai keefektivitasan suatu acara memang menjadi suatu hal yang relative, mesti ada ukuran dan acuan yang jelas. Melihat tingkat agresivitas dan semangat warga di Sangkep Kampung ADBMI-LSD Perdana Peduli dan Tunas Paice tentunya pikiran berbeda mengenai simpulan singkat bahwa kegiatan tersebut efektif berjalan. Bagaimana tidak, ratusan warga berkumpul membincangkan desas-desus keluhan yang selama ini diterima baik yang sudah lama mereka rasakan dan sedang dialami. Jika sebelumnya pandangan warga melihat analisis resiko kerja yang diterima oleh warga adalah satu beban yang mesti diikhtiarkan dengan cara-cara tradisional non-ligitasi, melimpahkan kekuasaan gaib atas penyelesaian kasus pada batasan-batasan rasionalitas tertentu, maka pada edisi sangkep kampong ini retas sudah teka-teki tersebut dengan mulai dikenalkannya warga pada satu akses pintu informasi yang mampu dan memiliki potensi memecahkan masalah. Pintu informasi ini lebih didekatkan kepada pihak yang berkepentingan.

Berbicara mengenai satu isu terfokus pada persoalan social yang terjadi, tentunya warga harus melihat dan menyatukan persepsi bahwa mesti ada group masyarakat yang selalu membincangkan kasus dan berasal dari diri mereka, tidak pesanan atau momentum umum yang sengaja diskenariokan untuk mempopularitaskan suatu isu. Salah satu isu yang sangat dekat adalah isu mengenai eksodus besar-besaran warga dalam bekerja ke luar negeri. Disebabkan persoalan yang komplek mulai dari proses kesadaran warga yang diintervensi oleh kepentingan luar, keberangkatan yang dimoderasi dan konsepsi perlindungan yang masih kabur atas resiko kerja yang diterima. Warga yang menjadi bagian dari scenario ini tentunya harus dilindungi dengan menjadikan isu ini sebagai perbincangan di tiap-tiap emperan warung kopi layaknya trhead politik yang sedang ramai dibicarakan. Jika kepentingan pihak luar yang berencana melakukan kudeta pada momen besar dan mampu memberikan silogisme dan anomaly terhadap waga, maka persoalan buruh migrant yang masuk dalam kategori jihad keluarga ini juga layak dibincangkan menjadi topic utama perbincangan setiap musyawarah desa

Popular Posts

ADBMI Lombok Timur. Diberdayakan oleh Blogger.