Senin, 22 April 2013

on
Berbalik dengan tokoh Raden Ajeng Kartini, Perempuan Bangsawan, yang dipersuntung pejabat kaya raya dari tanah jawa yang di nobatkan sebagai icon gerakan emansipasi Perempuan Indonesia (Meninggal 1904). Ruliana, gadis yang berjarak se-abad dari Kartini, adalah gadis biasa, warga keturunan buruh tani, Bapaknya harus menjadi buruh di perkebunan Sawit di  Negara Malaysia sebanyak 3 (Tiga) kali. hal yang mempersamakan dua perempuan beda generasi dan kelas ini adalah,  Ruliana melakukan banyak hal yang di cita-citakan oleh Kartini. tanpa basa basimedia, Ia menjelma menjadi Kartini sesungguhnya, setidaknya untuk Keluarganya sendiri.

Ruliana  tinggal di pelosok desa  Miskin. Jika memaksakan diri untuk mengunjunginya, maka anda  harus rela menyusuri jalan setapak yang tak mengenal aspal ke dusun Teniki, Desa Gelanggang, Kecamatan sakra Timur. Desa Gelanggang akhir tahun 2012 lalu mengalami pemekaran Desa . Konon tujuan pemekaran ini di motivasi untuk mengentaskan kemiskinan dan pemerataan Pembangunan di daerah tersbeut. Namun hingga kini, warga merasa tak ada yang berubah hatta hanya sekedar gejala. Paska  Pemekaran, Desa ini memiliki empat dusun, yaitu Gelanggang Barat, Gelanggang Timur, Mandik dan Teniki , yang terbagi dalam total 15 satuan adminsitrasi RT (Rukun Tetangga). Menurut data bulan September 2012, jumlah  penduduk 5.647 orang(perempuan 3.114 dan laki-laki 2.533). Dengan jumlah kepala keluarga 2.232 KK. Dengan mata pencaharian dominan adalah Pertanian. Namun  tingkat Kepemilikan lahan produksi berupa sawah maupun kebun hanya 1.220 KK,  sedangkan 1.012 KK lainya ( 45 %) tidak memiliki lahan. Artinya, mereka yang tidak memiliki lahan ini menjadi Buruh di sector  pertanian,mengambil upah kerja pada mereka yang memiliki lahan pertanian di dalam desa maupun luar Desa. Namun demikian, kegiatan memburuh ini hanya dapat di lakukan pada musim tanam dan musim panen

Dusun teniki adalah Dusunnya para TKI. Komunitas ini bertumbuh kembang, makan dan minum, sekolah, belanja anak dan bahkan kawin plus beranak, tak leaps dari hasil menjadi TKI. Hampirs  semua orang  di dusun ini pernah meraskan lezat dan getirnya menajdi TKI. Bahkan, beberapa di antaranya , telah menjadi warga Malaysia, kawin dan beranak di Negeri Jiran tersebut. Data umum di Kantor Desa Gelanggang menyebutkan (pendataan ini di bantu oleh ADBMI) , pada tahun 2011 ada 515 orang laki-laki bermata pencaharian sebagai buruh TKI  dan 102 orang TKW . Dan pada tahun  2012, tercatat  612 orang tengah berada di Luar negeri menjadi Buruh (572  pria, 40 perempuan), di mana dari jumlah di atas, 378 orang atau 61 % nya  hanya mengecap pendidikan SD dan bahkan tidak tamat SD. Dari data ini, kita mengetahui gambaran  TKI dari daerah ini adalah kaum jelata  yang kurang terdidik. Menjadi Buruh adalah jalan keluar dari  kemiskinan, tidak hanya untuk mereka yang tidak memiliki lahan pertanian, namun mereka yang  memiliki lahan pertanian pun mengandalkan kegiatan ber-TKI  ini. Demikian itu, di karenakan lahan pertanian di daerah ini masuk kategori semi irigasi dan kalaupun bisa bertani, biaya produksi kadang tidak bisa di kejar oleh harga jual, alias merugi.

Begitupun keluarga Ruliana yang saat ini sudah berusia 22 Tahun. Memiliki 2  saudara. Bapaknya yang kini sudah almarhum adalah TKI, kini kakaknya yang sulung juga TKI. Lalu Ibunya Ruliana pun , kini TKW.  Untuk kepergiannya yang pertam, kakak Laki-lakinya beralasan akan mencari biaya kawin ke Malaysia. Setelah kawin, pergi untuk kedua kali dengan  motiv untuk biaya melahirkan. Lalu ketiga kalinya lagi pergi dengan motiv untuk membangun rumah. Tak di nanya, pada kali ke empat kepergiannya, kakaknya menceraikan istrinya lewat HP dari Malaysia dengan alasan sifat boros istrinya yang tidak bisa mengelola uang remitance, berapapun di kirimkan pasti habis tidak jelas kemana, tapi Ruliana dan Ibunya tidak terlalu mau ikut campur dalam urusan rumah tangga kakaknya, prinsipnya biarlah itu urusan kakaknya bersama istrinya.
Saat perceraian kakaknya ibunya sempat trauma dan stress tapi dengan lapang dada dia menghibur ibunya, dengan berkata “ Ibu yang sabar inilah bagian hidup kita, kita harus bisa menerimanya “.Dan setelah dia ( kakaknya ) bercerai,  nyaris tidak pernah mengirimkan remitance lagi, dan jikapun mengirim , di samping jumlahnya sedikit hanya untuk biaya anaknya dan itupun langsung dikirimkan ke mantan istrinya 

Saudara Ruliana yang berikutnya adalah adik perempua yang baru kelas 5 SD. Paska kematian Bapaknya setahun lalu, kini Ruliana mengambil alih tanggung jawab keluarga. Dalam benaknya, inilah saatnya bagi ia untuk membalas jasa orang tuanya. Waktu untuk membuktikan ucapannya dahulu , bahwa hanya pendidikanlah yang dapat meneglaurkan keluarga mereka dari jerat kemiskinan telah tiba. Berkelebatan masa dahulu di benaknya, ketika ia bersikeras menyisihkan uang dari hasil memburuh tani dan kiriman remitance untuk mebiayai kuliahnya , hingga akhirnya, meski dengan susah payah, ia mampu keluar menjadi jawara bagi keluarganya, Ruliana lah satunya-satunya  yang mengecap pendidikan, Sarjana Pendidikan ekonomi dari sebuah Perguruan Tinggi Swasta yang ada di Kota Kabupaten.

Dalam keterbatasan ekonomi dan fasilitas. Ruliana adalah sosok yang relawan yang sangat mencintai komunitasnya. Anak-anak di kampung ini, harus lebih maju dan tidak lagi bergantung menajdi TKI, itulah cita-citanya. Di samping aktip sebagai kader Posyandu, ia membuat kelompok Bermain untuk anak pra sekolah, sembari berjualan di warung kecil depan rumah peninggalan bapaknya. Ketika program Pengentasan kemiskinan untuk Komunitas TKI dari LSM ADBMI  masuk ke Desanya, Rulian merasa seperti burung yang menemukan kumpulannya yang dapat saling menguatkan dalam mengarungi langit. Kini ia tercatat sebagai salah satu pengurus LSD  Lembaga Sosial Desa  SEHATI (organ berbasis komunitas Peduli Buruh Migran) sebagai Parafinance . Dengan sepeda ontel miliknya yang telah menemaninya semasa kuliah dulu, kini ia aktip mengunjungi keluarga-keluarga BMI untuk memberikan sosialisasi dan konseling, bagaimana menyusun  rencana pemanfaatan Reimtance dan bagaiamana membuat rencana usaha dengan melibatkan peran aktip perempuan.

Namun. Cobaan seakan enggan menjauhi Ruliana. Ia masih tetap di Uji. Di tengah gairah dan keaktipannya mempromosikan migrasi yang aman serta  pemanfaatan remitance yang bijak. Ibunya diam-diam mendaftarkan diri jadi TKW ke Malaysia. Ruliana cemas, karena di samping usia yang sudah terlalu tua, Ibunya tidak memiliki pendidikan apapun. Ibu nanti rentan menjadi korban, jelas Ruliana. Namun ibunya bersikeras, adikmu masih butuh biaya sekolah dan rumah peninggalan bapakmu inipunh belum jadi tapi sudah mulai bocor di musim hujan. Sawah kita di sini tak ada, maka biarkanlah ibumu ini menjadi babu di rumah orang di Malaysia, debat ibunya Ruliana. Sontak terbayang dengan cepat bagaiamana Nasib Alamrhum Bapaknya, kali terakhir bermigrasi, bapakanya di pulangkan oleh tetangga yang sangat kebetulan bekerja di daerah yang sama dengan bapaknya  di Malaysia. Bapak pulang dalam kondisi  sakit – sakitan setelah tertangkap dan di penjara oleh Pihak Imigrasi  Negeri Jiran.    Setelah keluar masuk rumah sakit  daerah , pada akhirnya sang  bapak di kalahkan oleh  penyakit yang hingga ini tidak jelas, bapaknya selalu seperti orang kesurupan dan sering berteriak – teriak “  jangan pukul saya  “ kata – kata itulah yang selalu di teriakkan oleh Bapaknya ruliana sampai detik ajal menjemputnya.

Bayangan buruk sang Bapak makin meningkatkan kecemasan  Ruliana akan nasib ibu nantinya. Pada akhirnya , Ruliana berhasil mengurungkan nita Sang ibu. Ia pun berjanji akan membelikan ibunya Kulkas untuk usaha es,  untuk itu ia  sedikit demi sedikit menabung. Meski sulit dan tak ada sumber penghasilan yang pasti, Semangat serta baktinya pada orang tuanya sangat luar biasa “ saya pasti belikan ibu apa yang ibu mau  asalkan ibu jangan meminta  menjadi TKW. Di sini kita masih bisa hidup layak jika mau berusaha.

Namun. Belum Sempat Kulkas  terbeli.  Ibunya tak sanggup menunggu, tak sanggup membebani Anak perempuannya. Pada suatu hari,  atas bantuan tekong/calo , ibunya diam – diam pergi medical dan membuat paspor, selang dua hari kemudian ibunya berangkat ke jakarta. Rulaian tak tinggal diam, bersama paralegal LSD Desa setempat dia berhsil memulangkan Ibunya , meskipun harus mengeluarkan biaya  Rp. 1.500.000 untuk pulang dan pengambilan paspornya atas  nama ibunya. Berhasil memulangkan ibunya tak mengendurkan niat ibunya. Bahkan ibunya menyalahkan Ruliana, kita semua menjadi rugi , tegas sang ibu.

Dua Minggu berselang , tanpa persetujuan dan sepengetahuanan anaknya, sang  Ibukembaali menghubungi tekong . Tepatnya tanggal 1 April 2013 , sang perempuan tua tanpa pendidikan dan tanpa pengalaman kerja apapun,  tidak juga mampu  berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dengan baik , yang tidak lain ibunya Ruliana  berangkat migrasi menjadi Babu.

Genaplah Ruliana yang masih belia dan gadis itu menjadi orang tua bagi adiknya yang baru kelas 5 SD. Ia harus menjadi Kepala Rumah  Tangga di dalam  rumah peninggalan almarhum Bapaknya. Dan ia masih percaya, Tuhan tidak akan menciptakan hambanya tanpa di bekali rezekinya. Jualan pulsa dan gorengan tetap ia lakukan. Meski tak mendapatkan imbalan materi, Panggilan Ibu Guru dari anak-anak didiknya di PAUD yang ia bentuk, adalah penghargaan dan hiburan yang meredakan  himpitan hidup.  

Popular Posts

ADBMI Lombok Timur. Diberdayakan oleh Blogger.