Senin, 29 April 2013

on
"Coba diskusi yang konsen terhadap isu-isu buruh migran merupakanhal positif dan harus ditindaklanjuti ke depam forum yang diinisasi oleh ADBMI ini harus ditindaklanjuti dengan grand design yang rapi, sehingga kitab advokasi untuk buruh migran Kabupaten Lombok Timur terbentuk dan menjadi panduan bersama", (Subagio (Peserta Diskusi), Sekretaris BAPPEDA Lotim).

Senergitas konsep advokasi masing-masing stakeholder bersama pemerintah memang masih menjadi misteri. Fakta Buruh Migran Indonesia hanya mendapatkan 1 Unit di Dinas STT Kabupaten Lombok Timur dengan cakupan 17.000-an Jiwa, belum menyatunya spektrum gerakan masyarakt sippil dan menjadikan isu bersama yang mendesak penting harus dikawal selanjutnya melengkapi kompleksitas persoalan buruh migrant Indonesia terutama di Kabupaten Lombok Timur. Isu Buruh Migrant terlihat kurang popular jika dibandingkan dengan spectrum social lainnya seperti fenomena bantuan social menjelang pemilukada, perda percepatan jamak, kebijakan inisiatif penggratisan dokumen kependudukan serta trhead politik yang menjadi euphoria warga saat ini cukup membuat kasus Meninggalnya Johan Wahyudi di Negara perantauan dan Kardiman yang mengalami 2 patahan tulang fibula terlihat sepintas lalu dan hanya menjadi pemberitaan hangat 1 minggu.
 
Persoalannya adalah pengaruh keberadaan buruh migrant yang cukup besar dalam menstabilkan keuangan daerah melalui besaran remittance yang dikirim 1-3 bulan sekali ternyata  belum ditunjang dengan perangkat supra dan infrastruktur yang memadai dalam mengawal dan melindungi keberadaan buruh migrant. “Kami merasakan dampak yang cukup significant dengan keberadaan remittance para TKI dan TKW. Pada tahun 2012 saja kami mendapatkan prestasi atas keberhasilan kami mengelola remittance dalam bentuk deposito dan tabungan, pengelolaan ini merupakan yang terbesar di 2 provinsi NTB dan Bali”’ Pungkas Kepala Cabang BRI Kecamatan Sakra. Sayangnya fakta yang dipaparkan oleh perwakilan direksi Bank BRI tidak semeriah pemaparan yang disampaikan oleh pihak dinas STT dan P2TP2A yang rata-rata mengeluhkan persoalan anggaran yang minim dan tenaga terbatas dalam hal mengawal dan melindungi buruh migrant. Perangkat koalisi daerah dengan lembaga paguyuban “P2TP2A” hanyalah koalisi temu rutin update data dan ajang curhat. “Kami melihat tindakan yang selama ini kita lakukan, baik pada tingkatan koalisi pemerintah dan LSM yang tergabung dalam P2TP2A hanya focus pada soal-soal kuratif (hilir) sementara tindakan penjagaan hulu (intervensi kesadaran, bermigrasi aman, realisasi) hanya sebatas semangat dengan tindakan dalam intensitas yang kecil. Bisa dibayangkan tindakan minimalis yang dilakukan oleh multisatkeholder ini masih kalah gesit dengan tindakan para calo yang mendatangi warga door to door. Jadi jika penanganan kasus koalisi ini di wilayah hilir, maka keberadaan para tekong sesungguhnya berada pada wilayah hulu. Tentunya ini menjadi masalah serius dan cukup menyimpulkan kita bahwa kondisi buruh migrant sesungguhnya dalam keadaan yang rentan dan cukup kritis, Tukas Ahyar ADBMI.

Melihat potensi keuntungan daerah yang disuguhkan oleh para TKI dan TKW dan kenyataan yang tidak sejalan terhadap pengawalan dan perlindungan buruh migrant kabupaten Lombok Timur tentunya mengundang keprihatinan dari semua elemen. Hal tersebut ditanggapi oleh sekretaris Bappeda, Subagiyo yang menyatakan bahwa diskusi club ini mesti harus direalisasikan dan terbentuk di Kabupaten Lombok Timur. Senada dengan Roma Hidayat yang menyatakan pada sesi presentasi program bahwa di Kabupaten Lombok Timur masih sangat jarang diskusi-diskusi klub yang konsen terhadap satu bidang. Padahal keberadaan club diskusi sangat penting untuk mengurai benang-benang yang terurai pada konsentrasi isu daerah. “Harapan saya inisiasi yang dibangun oleh ADBMI untuk membentuk club diskusi lintas stakeholder harus dikawal secara serius. Jika tawaran dari kita jelas dengan konsep yang terukur dan terarah, maka kami juga sangat terbuka dan bisa terus mengagendakan secara rutin temu club diskusi ini, jika di pusat ada Indonesia Lawyers Club, maka di Lombok Timur juga harus bisa seperti itu, Pungkas Subagio (Sekretaris Bappeda Kabupaten Lombok Timur).

Pada lanjutannya, diskusi club multistakeholder dan konsen membahas mengenai buruh migrant di Kabupaten Lombok Timur akhirnya disepakati menjadi kebutuhan bersama. Bentuk konkrit dari komitmen ini adalah ditunjuknya dinamisator yang langsung dipegang oleh BPPKB. Ke depan club diskusi ini juga akan dialiansikan dengan tim gugus yang dibentuk oleh pemerintah daerah yakni gugus TPPO dan P2TP2A. respon positif atas terbentuknya diskusi club multi stakeholder ini terlontar juga dari direksi Bank BRI Cabang Selong yang menyatakan kesanggupannya untuk menjamin keberlanjutan dari club diskusi ini, “selama kita serius, kami juga dari pihak Bank BRI memiliki slot anggaran untuk promosi, jadi jangan khawatir, ini demi kebaikan warga kita bersama, pungkasnya mengakhiri tanggapannya.
Ada beberapa kompilasi pemaparan yang menyatakan bahwa club diskusi ini menjadi kebutuhan bersama, diantaranya:
  1. Masih terbatasnya sumber daya di Dinas STT dan instansi terkait lainnya dalam mengawal dan melindungi buruh migrant 
  2. Pengelolaan remittance yang efektif akan memberikan dampak besar bagi perputaran uang dan siklus pembangunan daerah. 
  3. Penanggulangan kasus BMI masih diselesaikan ketika ada momentum dan bersifat kasuistik, sementara pada tindakan hulu mesti dibutuhkan gerakan yang lebih besar terutama antar elemen baik pemerintah, swasta atau stake  holder berkepentingan lainnya. 
  4. Belum adanya grand design dan kebijakan yang spesifik dalam hal pengawalan dan perlindungan Buruh Migran memang menjadi dilematik sendiri dan ini mesti dibicarakan dengan intensitas yang tinggi dan rutin 
  5. Fakta bahwa sudah banyak gerakan masyarakat sipil yang mulai konsen mengawal dan melindungi buruh Migran seperti binaan ADBMI dengan Lembaga Sosial desanya yang menyebar di 32 titik mesti diback up semangat dan sustainabilitasnya 
  6. Adanya tim bentukan pemerintah yang terdiri dari gabungan LSM dan dinas terkait yang harus dioptimalkan, tentunya proses optimalisasi ini mesti diperkuat dengan perluasan spectrum gerakan yang lebih besar.
Berangkat dari beberapa alasan tersebut di atas, club diskusi ini sepertinya hanya menghitung hari saja untuk dirangkai dengan aktivitas yang rutin. “Kita tunggu tanggal mainnya, moga ini adalah semangat yang serius”. Pungkas Ahyar





Popular Posts

ADBMI Lombok Timur. Diberdayakan oleh Blogger.