Satu penggalan menarik dari cak Nan Malam itu cukup membuat peserta tercengang dengan raut muka optimistis akan kebenaran program yang sedang dijalankan. “Saya tekankan sekali lagi bahwa program Advokasi Buruh Migran dalam kerangka poverty reduction ini adalah program pemberdayaan, bukan penipu dayaan. Banyak lembaga lain yang setengah hati dan tidak memahami arti pemberdayaan, sehingga penting bagi semua teman-teman LSD untuk lebih serius dalam program. Hal yang mesti diingat adalah program ini untuk masyarakat dan bagaimana kita mencerdaskan mereka dengan berjamurannya kader-kader yang konsen di bidang buruh migrant pada tingkatan desa”, Pungkas Pak Muhnan. Statement ini kontan membuat peserta bergairah dan melontarkan beberapa tanggapan terkait dengan kerja-kerja pemberdayaan yang mereka laksanakan. Salah satunya peserta yang berasal dari LSD Gereneng Timur, “Alhamdulillah sejauh ini kami telah melakukan kerja-kerja pemberdayaan dan tidak penipudayaan seperti yang disampaikan cak nan, kerja-kerja para legal dan finance sudah jalan. Beberapa wilayah sasaran juga sudah kami intervensi dengan proporsi yang merata di setiap dusun. koordinasi dengan desa lancer, sehingga pada program-program kami, selalu saja pihak pekadusan dan pemerintah desa merasa terpanggil dan tida rela jika mereka tida kmenghadiri acara yang kami gelar. Paradigm pertemuan dengan pergantian transportpun perlahan-lahan sudah kami minimalisir dengan penyampaian-penyamapain rutin nan sederhana di depan warga. Dari keseluruhan program yang kami jalankan, kami hanya terkendala pada proses administrasi dan pelaporan. Kenapa demikian, beberapa waktu lalu, kami menyerahkan format pelaporan kerja para lega dan finance, dari laporan kami, ternyata masih belum seragam dan berbeda dengan desa-desa lain, sehingga pada kesempatan ini, kami ingin meminta kejelasan format pelaporan dan perincian masing-masing item table pada matriks pelaporan tersebut”, Tanya Samsuddin mengakhiri penyampaian bersemangatnya.
Sementara itu, Jabar yang mewakili LSD Selebung Ketangga tidak lupa memberikan pendapat segarnya mengenai pemberdayaan dan pentingnya proses administrasi antar kelembagaan. “Selama ini memang yang menjadi kendala terbesar kami adalah menyusun gerakan yang berkesinambungan di tingkatan desa dan bagaimana wajah dari program ini. Kami memang telah melakukan semua proses dan tahapan program ini dan sebagian warga sudah memahaminya, akan tetapi wajah program sampai sejauh ini masih kurang terlihat dari minimnya tulisan-tulisan teman kami mengenai suka duka program, respon para partisipan dan elemen lain. Semntara itu naskah tertulis menjadi suatu yang mutlak harus ada sebagai bahan refleksi. Nah menyikapi hal tersebut, kami menginginkan kepada semua kita untuk bagaimana proses penulisan ini juga kita lebih intensifkan, jika hanya dengan model bercerita dan kekuatan lisan, saya piker program ini hanya bertahan 1 atau 2 tahun pasca berakhirnya kontrak, Pungkasnya mengakhiri pembicaraan.
Setelah diinventarisir dan diruncingkan oleh Cak Nan, poin-poin pembicaraan seperti program yang berkesinambungan, format pelaporan dan tulisan para legal dan finance kemudian diserahkan ke penanggung jawab program untuk ditanggapi. “Sangat menarik mencermati hasil-hasil kegiatan kawan-kawan LSD sampai sejauh ini, tingkat inisiasi program yang begitu bagus mulai dari pembentukan pra koperasi di Pijot, Selebung Ketangga, Gelanggang, Sukadana, Jenggik Utara dan Sapit. Sementara untuk kelompok usaha bersama di Suntalangu, Suralaga, Bagik Payung Selatan dan Gereneng Timur. Kegiatan-kegiatan inisiatif ini saya piker cukup efektif dan berjalan lurus dengan target-target program yang dicanangkan pada Output dan Outcome di program ini. Sekarang, bagaimana kita terus melanjutkan semangat kita, karena baik langsung maupun tidak langsung program ini juga sangat bermanfaat bagi warga dan efeknya juga akan terasa begitu lama. Saya sependapat dengan kawan-kawan yang mesti mulai dini sudah menuliskan pengalaman pengorganisiran di tingkatan komunitas. Bagaimanapun juga fakta lisan tida kterlalu kuat jika tida diback up dengan tulisan dan administrasi yang bagus. Ini juga yang menjadi bahan acuan kita melihat perkembangan dan tingkat progresivitas LSD. Semisal tertib administrasinya, keberadaan secretariat dan posko pengaduan, jumlah kunjungan serta tingkat partisipasi Kawan-kawan LSD dengan menunjukkan tulisan-tulisan yang ringan. Kenapa mesti menulis, ini penting sebagai gambaran program seperti yang digambarkan Jabar LSD Selebung Ketangga tadi. Kita hanya menginginkan program ini terekam dengan jelas baik secara lisan, tulisan maupun gambar dan dokumentasi yang berurutan dan mampu menjelaskan kepada warga sehingga proses kaderisasi pun bias berjalan dan kita tidak lagi dianggap main-main dalam program ini. Untuk penulisan plaporan sendiri, kawan-kawan bias melihat matriks pelaporan yang sudah dijelaskan oleh pendamping lapangan, seperti misalnya kunjungan ke warga A. kawan-kawan mesti bias menjabarkan kunjungan tersebut dalam kerangka apa, dimana dan berapa interval waktunya. Sementara untuk verifikasinya, disinilah tulisan kawan-kawan kita perlukan, minimal ada catatn hasil diskusi sederhana yang bias dibuat. Atau verifikasi lain bias dengan foto kegiatan. Adapun untuk kendala dan hambatan sesuai dengan yang dituliskan pada matriks itu lebih melihat pada unsure-unsur diluar kawan-kawan maupun warga yang berkompeten bias mengganggu proses kegiatan yang dicanangkan. Seperti gangguan angin, cuaca, anak-anak yang mondar-mandir dan mengganggu stabilitas diskusi dan sebagianya. Nah dari pertimbangan ini kawan-kawan membuat rencana tindak lanjut, maksud saya menilik dari hasil kegiatan dan hambatan apa saja yang kawan-kawan temukan. Saya piker laporan H. Supardi Hasan dan teman lainnya sudah cukup bagus. Saya juga mengharapkan pendamping lapangan untuk tetap memandu kawan-kawan di tingkatan komunitas. Berikutnya adalah penting bagi kawan-kawan menyinergikan program pemberdayaan ini dengan program yang tersedia di desa atau potensi-potensi warga yang sudah maju terutama dalam perekonomiannya. Saya melihat gerakan kawan-kawan LSD Suntalangu sudah cukup bagus dalam melakukan prosesi rekrutmen pengusaha dalam membentuk kelompok usaha bersama”. Pungkas roma Hidayat mengakhiri pembicaraannya.
Diskusi berlanjut dengan rekam jejak LSD dalam melakukan proses pengawalan dan Advokasi serta bagaimana merincikan gerakan ini dalam bingkai gerakan yang besar dengan gabungan koalisi LSD tingkat kabupaten. Ini dikarenakan persoalan Buruh migrant yang begitu kompleks dan penyelesaiannya harus sistemik karena melibatkan banyak pihak seperti Asuransi, BP3TKI dan Dinas STT. Sehingga berangkat dari hal tersebut, penting kiranya disusun suatu gerakan besar dengan kerangka pemahaman bersama. Hal ini disampaikan oleh Sudiman LSD Gelanggang dan Suparni Jenggik Utara. Dalam penyampaiannya, Sudirman berpendapat bahwa banyak kasus buruh migrant yang harus segera diselesaikan, karena keterbatasan akses dan informasi dari LSD, seringkali persoalan-persoalan tersebut diselesaikan secara non-ligitasi, itu menurutnya tida kcukup efektif dalam memberikan efek jera pada perilaku PL maupun tekong yang nakal. Hal senada juga disampaikan oleh Suparni yang melihat bahwa warga tertipu dalam bermigrasi karena gerakan tekong atau PL yang melogikakan bursa kerja ada pada mereka, sehingga perurusan di tingkat desa hanya terkesan formalitas saja. Faktanya sampai sejauh ini gerakan perlindungan buruh migrant di tingkatan komunitas hanya sebatas rekomendasi dan konseling singkat yang tidak terlalu efektif. Hal tersebut terjadi, karena pendampingan desa tidak sampai pada detail urusan dokumen seperti paspor dan visa. “kita belum menyentuh ke arah sana dan warga enggan bercerita karena ketekunan tekong maupun PL yang mendampingi warga, sementara pemerintah desa dan komunitas melogikakan perususan dokumen sebagai tidanka pengawalan yang terakhir”, Tutur Suparni.
Menanggapi hal tersebut, Roma Hidayat menambahkan pada lanjutannya gerakan LSD ini memang akan didorong pada gerakan yang lebih luas pada tingkat kabupaten. “kita pernah membentuk gerakan LSD tingkat kabupaten beberapa waktu yang lalu, harapannya adalah kawan-kawan yang masu di komite untuk koalisi LSD Kabupaten terus berkonsolidasi baik diri dan LSD serta temuan-temuan kasus yang terjadi di lapangan. Untuk tahapan awalnya, karena kawan-kawan baru saja kemarin menerima pelatihan ke-para legala-an, maka saya berharap untuk lanjutannya, kita bersama mendiskusikan bagaimana format monitoring dan pengisiannya. Artinya, disamping kawan-kawan menginventarisis kasus, kawan-kawan juga merangkingkan kasus mana yang akan diisi dalam format monitoring kasus tersebut. Nah pada proses pengisian dengan dibantu oleh pendamping lapangan, kami berharap kawan-kawan dapat memahami secara komprehensif mengenai penanganan kasus yang dimulai dari perusursan administrasinya. Setelah kawan-kawan memahami dan bias mengisi format monitoring kasus yang berisi kronologo kasus dan sebagainya, maka disanalah kitamulai menghubungkan kasus tersebut dengan pihak-pihak yang berkait dalam hal ini APH (Aparat Penegak Hukum). Satu hal yang saya tekankan adalah keberadaan kita bukan hero di desa melainkan sebagaipenyambung dan memediasi kasus secara bijak, memajukannya ke ranah hokum dan selanjutnya akan dieksekusi oleh pihak penegak hokum, pungkasnya mengakhiri pembicaraan dan diskusi Temu LSD.
Sementara itu, Jabar yang mewakili LSD Selebung Ketangga tidak lupa memberikan pendapat segarnya mengenai pemberdayaan dan pentingnya proses administrasi antar kelembagaan. “Selama ini memang yang menjadi kendala terbesar kami adalah menyusun gerakan yang berkesinambungan di tingkatan desa dan bagaimana wajah dari program ini. Kami memang telah melakukan semua proses dan tahapan program ini dan sebagian warga sudah memahaminya, akan tetapi wajah program sampai sejauh ini masih kurang terlihat dari minimnya tulisan-tulisan teman kami mengenai suka duka program, respon para partisipan dan elemen lain. Semntara itu naskah tertulis menjadi suatu yang mutlak harus ada sebagai bahan refleksi. Nah menyikapi hal tersebut, kami menginginkan kepada semua kita untuk bagaimana proses penulisan ini juga kita lebih intensifkan, jika hanya dengan model bercerita dan kekuatan lisan, saya piker program ini hanya bertahan 1 atau 2 tahun pasca berakhirnya kontrak, Pungkasnya mengakhiri pembicaraan.
Setelah diinventarisir dan diruncingkan oleh Cak Nan, poin-poin pembicaraan seperti program yang berkesinambungan, format pelaporan dan tulisan para legal dan finance kemudian diserahkan ke penanggung jawab program untuk ditanggapi. “Sangat menarik mencermati hasil-hasil kegiatan kawan-kawan LSD sampai sejauh ini, tingkat inisiasi program yang begitu bagus mulai dari pembentukan pra koperasi di Pijot, Selebung Ketangga, Gelanggang, Sukadana, Jenggik Utara dan Sapit. Sementara untuk kelompok usaha bersama di Suntalangu, Suralaga, Bagik Payung Selatan dan Gereneng Timur. Kegiatan-kegiatan inisiatif ini saya piker cukup efektif dan berjalan lurus dengan target-target program yang dicanangkan pada Output dan Outcome di program ini. Sekarang, bagaimana kita terus melanjutkan semangat kita, karena baik langsung maupun tidak langsung program ini juga sangat bermanfaat bagi warga dan efeknya juga akan terasa begitu lama. Saya sependapat dengan kawan-kawan yang mesti mulai dini sudah menuliskan pengalaman pengorganisiran di tingkatan komunitas. Bagaimanapun juga fakta lisan tida kterlalu kuat jika tida diback up dengan tulisan dan administrasi yang bagus. Ini juga yang menjadi bahan acuan kita melihat perkembangan dan tingkat progresivitas LSD. Semisal tertib administrasinya, keberadaan secretariat dan posko pengaduan, jumlah kunjungan serta tingkat partisipasi Kawan-kawan LSD dengan menunjukkan tulisan-tulisan yang ringan. Kenapa mesti menulis, ini penting sebagai gambaran program seperti yang digambarkan Jabar LSD Selebung Ketangga tadi. Kita hanya menginginkan program ini terekam dengan jelas baik secara lisan, tulisan maupun gambar dan dokumentasi yang berurutan dan mampu menjelaskan kepada warga sehingga proses kaderisasi pun bias berjalan dan kita tidak lagi dianggap main-main dalam program ini. Untuk penulisan plaporan sendiri, kawan-kawan bias melihat matriks pelaporan yang sudah dijelaskan oleh pendamping lapangan, seperti misalnya kunjungan ke warga A. kawan-kawan mesti bias menjabarkan kunjungan tersebut dalam kerangka apa, dimana dan berapa interval waktunya. Sementara untuk verifikasinya, disinilah tulisan kawan-kawan kita perlukan, minimal ada catatn hasil diskusi sederhana yang bias dibuat. Atau verifikasi lain bias dengan foto kegiatan. Adapun untuk kendala dan hambatan sesuai dengan yang dituliskan pada matriks itu lebih melihat pada unsure-unsur diluar kawan-kawan maupun warga yang berkompeten bias mengganggu proses kegiatan yang dicanangkan. Seperti gangguan angin, cuaca, anak-anak yang mondar-mandir dan mengganggu stabilitas diskusi dan sebagianya. Nah dari pertimbangan ini kawan-kawan membuat rencana tindak lanjut, maksud saya menilik dari hasil kegiatan dan hambatan apa saja yang kawan-kawan temukan. Saya piker laporan H. Supardi Hasan dan teman lainnya sudah cukup bagus. Saya juga mengharapkan pendamping lapangan untuk tetap memandu kawan-kawan di tingkatan komunitas. Berikutnya adalah penting bagi kawan-kawan menyinergikan program pemberdayaan ini dengan program yang tersedia di desa atau potensi-potensi warga yang sudah maju terutama dalam perekonomiannya. Saya melihat gerakan kawan-kawan LSD Suntalangu sudah cukup bagus dalam melakukan prosesi rekrutmen pengusaha dalam membentuk kelompok usaha bersama”. Pungkas roma Hidayat mengakhiri pembicaraannya.
Diskusi berlanjut dengan rekam jejak LSD dalam melakukan proses pengawalan dan Advokasi serta bagaimana merincikan gerakan ini dalam bingkai gerakan yang besar dengan gabungan koalisi LSD tingkat kabupaten. Ini dikarenakan persoalan Buruh migrant yang begitu kompleks dan penyelesaiannya harus sistemik karena melibatkan banyak pihak seperti Asuransi, BP3TKI dan Dinas STT. Sehingga berangkat dari hal tersebut, penting kiranya disusun suatu gerakan besar dengan kerangka pemahaman bersama. Hal ini disampaikan oleh Sudiman LSD Gelanggang dan Suparni Jenggik Utara. Dalam penyampaiannya, Sudirman berpendapat bahwa banyak kasus buruh migrant yang harus segera diselesaikan, karena keterbatasan akses dan informasi dari LSD, seringkali persoalan-persoalan tersebut diselesaikan secara non-ligitasi, itu menurutnya tida kcukup efektif dalam memberikan efek jera pada perilaku PL maupun tekong yang nakal. Hal senada juga disampaikan oleh Suparni yang melihat bahwa warga tertipu dalam bermigrasi karena gerakan tekong atau PL yang melogikakan bursa kerja ada pada mereka, sehingga perurusan di tingkat desa hanya terkesan formalitas saja. Faktanya sampai sejauh ini gerakan perlindungan buruh migrant di tingkatan komunitas hanya sebatas rekomendasi dan konseling singkat yang tidak terlalu efektif. Hal tersebut terjadi, karena pendampingan desa tidak sampai pada detail urusan dokumen seperti paspor dan visa. “kita belum menyentuh ke arah sana dan warga enggan bercerita karena ketekunan tekong maupun PL yang mendampingi warga, sementara pemerintah desa dan komunitas melogikakan perususan dokumen sebagai tidanka pengawalan yang terakhir”, Tutur Suparni.
Menanggapi hal tersebut, Roma Hidayat menambahkan pada lanjutannya gerakan LSD ini memang akan didorong pada gerakan yang lebih luas pada tingkat kabupaten. “kita pernah membentuk gerakan LSD tingkat kabupaten beberapa waktu yang lalu, harapannya adalah kawan-kawan yang masu di komite untuk koalisi LSD Kabupaten terus berkonsolidasi baik diri dan LSD serta temuan-temuan kasus yang terjadi di lapangan. Untuk tahapan awalnya, karena kawan-kawan baru saja kemarin menerima pelatihan ke-para legala-an, maka saya berharap untuk lanjutannya, kita bersama mendiskusikan bagaimana format monitoring dan pengisiannya. Artinya, disamping kawan-kawan menginventarisis kasus, kawan-kawan juga merangkingkan kasus mana yang akan diisi dalam format monitoring kasus tersebut. Nah pada proses pengisian dengan dibantu oleh pendamping lapangan, kami berharap kawan-kawan dapat memahami secara komprehensif mengenai penanganan kasus yang dimulai dari perusursan administrasinya. Setelah kawan-kawan memahami dan bias mengisi format monitoring kasus yang berisi kronologo kasus dan sebagainya, maka disanalah kitamulai menghubungkan kasus tersebut dengan pihak-pihak yang berkait dalam hal ini APH (Aparat Penegak Hukum). Satu hal yang saya tekankan adalah keberadaan kita bukan hero di desa melainkan sebagaipenyambung dan memediasi kasus secara bijak, memajukannya ke ranah hokum dan selanjutnya akan dieksekusi oleh pihak penegak hokum, pungkasnya mengakhiri pembicaraan dan diskusi Temu LSD.